merasakan air di tanganku
hangat dan tak sengaja aku memegang duri
beningnya air menjadi berwarna indah
juga pantulan matahari tak lagi membeningkannya
gemuruh mulai mengertak ku untuk segera berteduh
di sebuah rumah tua dan sebuah lagu pelan menghangatkan ku
melihat keluar, air hujan sedang bersetubuh dengan karat
dan tangisan burung merusak pendengaran ku
wahai burung miskin yang lemah, hentikan itu, atau aku juga akan menangis
saat nya aku menulis sekarang
tapi dimana tinta ku
aku butuh itu sekarang
darah menjadi tinta
duri menjadi pena
kertas menjadi kulit
" aku kalah "
mata ku mulai sakit
wahai angin jangan kau perintahkan debu untuk bergabung dengan mu
wahai hujan jangan kau rusak tulisan ku ini
biarlah ini menjadi kering
udara mulai tenang aku pun menghirup
aku mulai jatuh dan berbisik kepada langit
" apa lagi ini "
di kejatuhanku aku menatap awan yang sedang menari menutupi raja matahari
hingga gemuruh datang untuk kedua kalinya
aku segera bergegas untuk berteduh lagi dan terjatuh lagi
aku tidak bisa merasakan kaki ku
" apa lagi ini "
" aku lumpuh "
aku sangat pasrah dan kembali menatap langit yang hitam
butiran air mulai jatuh, tapi itu tak membuatku takut dan aku tetap menatap ke atas
sampai aku tidak bisa melihat lagi
" apa lagi ini "
mata ku sakit sekali dan aku tidak bisa merasakan penglihatan ku
" aku buta dan lumpuh "
samar burung tertawa
aku bisa dengar itu
tanpa melihat aku mengambil duri dan menulis tepat di keningku
wahai burung, tolong bawa aku pulang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar